30 Agustus 2017, dengan dukungan Fakultas, bersama para “pendekar” Geografi UGM berniat berkontribusi pada Negara dengan menyumbangkan pemikiran pada diskursus rencana Pemindahan Ibukota Negara, yang ramai diperbincangkan dalam satu tahun terakhir ini. Salah satu bukti kompetensi inti dari geograf adalah kemampuannya dalam menjawab pertanyaan “Where?” terhadap semua fenomena geosfer, termasuk pertanyaan dimana sebaiknya lokasi calon ibukota?. Minimal, diharapkan perbincangan wacana tersebut akan diwarnai dengan cara pandang geografi yang komprehensif. Beberapa pertanyaan yang menarik untuk didiskusikan adalah “mengapa perlu pindah”, “memindah pusat pemerintahan atau memindah ibukota negara”, “indikator apakah yang menjadi kriteria calon ibukota”, dan akhirnya mampu menjawab dimanakah lokasi yang potensial.
MENGAPA PERLU PINDAH. Diskusi memindahkan sesuatu ke tempat lain berarti ada pertimbangan tentang daerah asal (ibukota) dan daerah tujuan pemindahan ibukota. Hal ini berkaitan dengan Jakarta dan calon lokasi ibu kota. Dalam konsep interaksi wilayah, ada daya dorong (daerah asal) dan daya tarik (daerah tujuan). Pendorong utama berasal dari kepentingan negara (amanat konstitusi) untuk melakukan proses keseimbangan dan keadilan pembangunan bagi seluruh rakyat dan wilayah di Indonesia. Fakta ketimpangan wilayah dan sosial di Indonesia sudah berlangsung lama dan sistemik bahkan akut. Dari Jaman kemerdekaan sampai sekarang, keadaan tidak bertambah merata, namun semakin timpang. Konsentrasi ekonomi “kue pembangunan” di Jawa (52%) dan Sumatera (28%), bahkan 1/5 PDB terkonsentrasi di Jabodetabek, sungguh telah melukai rasa keadilan Indonesia. Jalan ekstrem harus ditempuh, salahsatunya adalah melakukan “revolusi spasial” dengan jalan memindah ibukota. Dorongan lain adalah pentingnya menjaga integrasi nusantara, yang dibuktikan dengan sistem konektivitas antar seluruh wilayah nusantara. Fakta sekarang menunjukkan bahwa hampir 60-70% orientasi pergerakan orang dan barang mengarah ke Pulau Jawa (cek data penerbangan dan bongkar muat pelabuhan). Akibat sistem integrasi regional yang lemah, semakin mendorong wilayah maju semakin maju, wilayah tertinggal semakin tertinggal. Harus ada keberanian untuk melakukan restrukturisasi. Dalam sistem negara kepulauan seperti Indonesia, model konsentrasi sistem pelayanan pemerintahan telah mengakibatkan banyaknya inefiseinsi sosial ekonomi, karena semua penjuru Nusantara harus menuju ke satu tempat. Oleh karena itu diperlukan pembuatan pusat-pusat pertumbuhan baru di seluruh penjuru Nusantara, baik dalam dimensi ekonomi (seperti Kawasan Andalan, Kawasan Ekonomi Khusus) maupun pelayanan pemerintahan. Semuanya dilakukan dalam kerangka mendistribusikan hasil-hasil pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan.
Bagaimana dengan daya dorong dari daerah asal, yaitu Jakarta. Sebenarnya hal ini bukanlah menjadi pertimbangan penting, karena degradasi lingkungan dan sistem wilayah Jakarta juga sudah teramat parah. Mustahil memindahkan ibukota (ketempat lain) akan mengurangi beban Jakarta dan menjadi solusi. Dengan memindah atau tanpa memindah ibukota, Jakarta akan tetap seperti sekarang ini bahkan lebih parah, karena beban dorongan pinggiran semakin kuat (Kota Meikarta dan Reklamai Pantai Utara Jakarta). Ibaratnya Jakarta akan tergencet dari semua arah. Jadi, keliru mengkaitkan pemindahan ibukota ini dengan kondisi Jakarta. Ingat, sumbangan fungsi pemerintahan dalam beban dan mobilitas penduduk tidaklah sebesar fungsi ekonomi. Jakarta akan menghebat dan terus bertambah hebat secara ekonomi, sampai titik jenuh daya dukung terlampaui, dimana kemacetan dan banjir akan terus bertambah menjadi beban ekonomi yang tidak mampu lagi ditanggung oleh pasar. Jika kondisi ini tercapai, maka pasar akan mencari keseimbangannya, dan ibukota baru beserta pusat pertumbuhan lain akan menjadi alternative yang menarik. Dengan kata lain, pemindahan ibukota akan menjadi embrio lahirnya pusat-pusat pertumbuhan baru yang menjadi daya tarik bagi bekerjanya sistem ekonomi spasial yang lebih berimbang di Indonesia. (bersambung)
Artikel selengkapnya dapat diakses di:
Paper SDGs : Mengapa dan Kemana Ibukota RI Mau Pindah? by Dr. Lutfi Mutaali