Oleh: Dr. Luthfi Muta’ali
Dalam UU Nomor 32 Tahun 29 ada beberapa tema dalam tahapan perencanaan dan pengendalian lingkungan hidup. Dalam tema tahap perencanaan ada konsep RPPLH, Ekoregion, Inventarisasi Lingkungan Hidup dan Daya Dukung Lingkungan. Konsep konsep LH dalam tahap perencanaan ini belum banyak popular dibandingkan dengan instrument pengendalian lingkungan hidup seperti KLHS, AMDAL, UKL UPL, Instrumen Ekonomi, Bakumutu LH, Audit Lingkungan dan sebaginya. Mengapa ya, padahal jika dikaji lebih dalam, urutan dalam pengelolaan lingkungan itu dimulai dari Perencanaan, Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum. Hal ini memang membuktikan bahwa job lingkungan hidup selama ini hanya sebagai pengendali dampak bukan perencana lingkungan.
Ada satu konsep penting dalam inventariasi lingkungan hidup yaitu daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (DDDTLH) dan satu konsep pengendalian yaitu Kajian Lingkungan Hidup (KLHS) yang sekarang sedang menjadi pusat perhatian karena intensitas penggunaannya yang semakin meningkat. Bayangkan jika setiap produk perencanaan daerah seperti RPJP, RPJM dan RTRW harus di KLHS, supaya memuat prinsip pembangunan berkelanjutan, maka konsep KLHS ini sangatlah strategis. Tanpa KLHS, RPJM tidak akan disetujui, dan jika RPJM tidak disetujui maka akan terjadi “kekacauan” dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Ada banyak cerita dan sisi lain yang selalu didiskusikan dan diperdebatkan tentang efektifitas KLHS sebagai instrumen pengendali lingkungan hidup dan penjaga pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Sebagian besar menyampaikan ketidakefektifannya, karena banyak rekomendasi KLHS yang tidak terakomodasi dalam RPJM. Istilahnya “ora ngaruh” dan hanya kegiatan formalitas belaka, yang penting ada KLHSnya. Dalam wawancara informal, hal itu dibenarkan oleh seorang rekan di Instansi Pemerintah Pusat yang selama ini membidangi bidang tersebut sekaligus menyampaikan keprihatinannya. Ketidakefektifan tersebut bisa disebabkan karena efek prosedural, sumberdaya manusia, kelembagaan, budget, lemahnya pengetahuan dan metodologis.
Kali ini bersama teman-teman Pusat Pengembangan Ekoregion (PPE) Sumatera, kita berusaha untuk “sedikit” meningkatkan kualitas KLHS khususnya terkait dengan peningkatan pengetahuan dan metodologis tentang mengintegrasikan konsep DDDTLH kedalam KLHS. Perlu diketahui bahwa kami sudah hampir 2-3 tahun mengembangkan konsep DDDTLH Berbasis jasa ekosistem dalam bentuk spasial (Peta) dan sudah diterapkan oleh banyak daerah. Sebagaimana diketahui bersama, dalam prosedur KLHS, konsep DDDTLH mendapatkan tempat yang strategis sebagai media “penapis” Kebijakan Rencana dan Program (KRP). Namun yang menjadi pertanyaan utama di banyak daerah adalah bagaimana teknis metodologis menggunakan DDDTLH kedalam KLHS. Dalam bahasa kerennya adalah mengintegrasikan konsep DDDTLH Dalam KLHS.
Mendampingi teman-teman Pusat Pengembangan Ekoregion (PPE) Sumatera, KLHK, kami bermaksud untuk membuat Buku Pedoman tentang Teknik Integrasi DDDTLH kedalam KLHS. Inilah kebutuhan riil di lapangan, setiap kami membahas KLHS yang “asal-asalan” menempatkan posisi DDDTLH dalam Kajian. Sebagian besar tidak ada kajian DDDTLH, dan sebagiannya lagi yang telah menggunakan konsep daya dukung hanya mengutip data dan peta PPE tentang DDDTLH Jasa ekosistem dan dianggap telah syah. Padahal, peta-peta tersebut harus diolah lagi dan di tumpangsusunkan (Overlay) dengan KRP, sehingga dapat diinterpretasikan bagaimana pengaruh KRP terhadap lingkungan dan sumberdaya alam serta jasa ekosistem. Bagaimana caranya ?, tunggu saja buku panduannya dan semoga dapat segera diselesaikan. Buku ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi teman-teman yang menyusun KLHS maupun yang melakukan validasi atas hasil KLHS.
Telah banyak sosialisasi dan ceramah tentang daya dukung lingkungan yang kita lakukan ….…. Hasilnya, menguap entah kemana. Oleh karenanya mari belajar menuliskannya. Mari bekerja dalam keabadian.
#Buku Panduan Integrasi Daya Dukung Lingkungan Hidup Pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Selamat belajar
Barokallahu fiikum